Rabu, 27 April 2016

Kesehatan mental

HIPOKONDRIASIS

      
Dalam SDM-V Hipokondria termasuk kedalam salah satu gangguan somatoform, gangguan somatik atau Somatic Symptom Disorder (SSD) adalah dimana individu merasa ada masalah atau gejala penyakit serius pada kondisi fisiknya. Penderita biasanya berfokus pada beberapa bagian tubuhnya yang dianggap bermasalah. Karena penderita merasa ini adalah penyakit yang sangat serius, penderita akan melakukan pemeriksaan kedokter. Meskipun sudah diperiksa secara medis, hasilnya tidak ada tanda-tanda biologis yang membuktikan asumsi dari penderita. Namun, biasanya penderita akan tetap bersih keras bahwa dirinya sedang menderita penyakit yang sangat serius. Sehingga penderita akan melakukan pemeriksaan medis ke beberapa dokter.
        Gangguan somatik memiliki beberapa jenis. Kami akan memfokuskan topik ini pada salah satu gangguannya yaitu Hipokondriasis


A. Definisi Hipokondriasis
Istilah Hipokondriasis didapat dari istilah medis yang lama, yaitu “Hipokondrium” yang secara harfiah artinya dibawah rusuk. Dinamakan demikian karena biasanya para pasien Hipokondria merasakan adanya keluhan dibagian perut (Abdomen) atau didaerah sekitar bawah dada meskipun hasil pemeriksaan yang dilakukan para dokter menyatakan fakta yang bahkan tidak ada. Seseorang dapat dikatakan memiliki gangguan ini bila gejala tersebut terus-menerus ada sekurang-kurangnya 6 bulan. 

B. Etiologi
   Menurut DSM-IV, Hipokondria mencerminkan gejala-gejala fisik. Adanya sensasi kecil yang menjadi stimulus bagi penderita untuk menginterpretasikannya sebagai gangguan yang berat. Akibat dari interpretasinya tersebut, sensasi-sensasi dari bagian tubuhnya seakan menguat yang menjadikan penderita semakin yakin dengan penyakitnya.
   Teori Belajar Sosial mengatakan bahwa penderita hipokondria menginginkan adannya gangguan pada dirinya, sehingga ia dapat berfokus pada masalah tubuhnya dan menjauhkan dirinya dari masalah-masalah berat dalam kehidupannya, seperti stres dan masalah pekerjaan contohnya. Anggapan akan kondisi tubuhnya yang sakit memberikan jalan keluar bagi dirimya dari sekelumit masalah yang sedang dihadapinya.
   Pandangan lainnya mengatakan bahwa Hipokondriasis erat kaitannya dengan gangguan depresif dan kecemasan. Para penderita Hipokondra dipastikan mengalami kecemasan yang berlebihan akan persepsinya sendiri. Mereka menjadi depresi karena merasa tidak berdaya. Penderita menganggap bahwa dirinya sulit untuk ditolong dikarenakan penyakitnya yang parah.

C. Gambaran Klinis
    Individu yang didiagnosis menderita hipokondria akan disibukkan dengan rasa takut yang luar biasa, dimana dirinya merasa memiliki penyakit serius yang mendasarinya. Padahal tidak ada dasar organik yang bertanggung jawab sepenuhnya atas keluhan mereka yang membenarkan bahwa mereka memiliki penyakit serius. Namun ketakutan memiliki penyakit serius tersebut akan bertahan di pikiran mereka, meskipun tidak ada kepastian medis yang menemukan bukti dari keluhan yang mereka rasakan. Ketakutan ini dapat mengganggu kegiatan yang biasanya individu tersebut lakukan sehari-hari. Penderita hipokondria juga, tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya.
    Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak seperti gangguan konversi atau gangguan somatisasi, hipokondria tidak melibatkan disfungsi tubuh ekstrim atau gejala medis. Sebaliknya, orang dengan hipokondria salah menginterpretasikan atau melebih-lebihkan reaksi tubuh yang biasa, sehingga orang yang mengembangkan hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
   Meski prevalensi hipokondria masih belum diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara pria maupun wanita. Gangguan hipokondria umumnya muncul pada masa dewasa awal, dan cenderung memiliki perjalanan yang kronis. Biasanya paling sering bermula antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat muncul di usia berapapun penderita hipokondria akan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti denyut jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang tidak sering, setitik rasa sakit, sakit perut, sebagai keyakinan mereka. 
  Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik tersendiri-misalnya, keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan, mereka juga melihat kemungkinan untuk dapat mengobati penyakitnya sangat rendah dan melihat diri mereka lemah dan tidak dapat mentoleransi upaya fisik. Hal ini cenderung menciptakan lingkaran setan (vicious cycle). 
   Selain itu, Penderita hipokondria akan menjadi marah saat dokter mengatakan bahwa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan simptom-simptom fisik tersebut. Mereka sering “belanja dokter” dengan harapan bahwa seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka sebelum terlambat.

D. Faktor Penyebab
  Pengetahuan tentang faktor penyebab dalam gangguan somatoform, termasuk hipokondria, cukup minim dibandingkan dengan banyak gangguan lainnya. Namun ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang menderita gangguan hipokondria diantaranya faktor biologis dan faktor psikososial.

A.Faktor biologis
Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi serta adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada gangguan somatisasi, yang bisa berkaitan dengan hipokondria. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh faktor kognitif, yaitu ketika tanda-tanda tubuh normal disalah tafsirkan sebagai tanda patologi organik yang serius. Sekarang ini banyak peneliti mengatakan bahwa kecemasan berhubungan dengan hipokondria. Proses perhatian selektif dalam kecemasan kesehatan mungkin mirip dengan yang ditemukan pada gangguan panik. Asumsi ini mungkin merupakan manifestasi dari pengalaman di masa lalu maupun yang sedang berlangsung. Sehinggaseperangkat asumsi disfungsional tentang gejala dan penyakit tersebut, dapat mempengaruhi seseorang untuk menderita hipokondria.

B.Faktor Psikososial
  • Memiliki penyakit yang serius selama masa kanak-kanak
  • Memiliki riwayat keluarga hypochondriac 
  • Pernah mengalami stres berat yang menyebabkan trauma (misalnya, kematian orang tua atau teman dekat) 
  • Mengalami kekerasan fisik, seksual, trauma pada masa anak-anak 
  • Mungkin terkait dengan gangguan kejiwaan lain, seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif. Dengan kata lain, hipokondriasis dapat mengembangkan dari suatu gangguan atau menjadi tanda dari salah satu gangguan lain 
  • Perkuatan yang diperoleh dari lingkungan sosial. Misalnya, karena mendapatkan pengalaman yang menyenangkan waktu menderita sakit, selanjutnya seorang anak mulai mengeluh menderita macam macam penyakit setiap kali menghadapi tantangan hidup.


E. Epidemologi 
Satu penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan terakhir sebesar 4-6 persen pada populasi klinik medis umum. Namun demikian angka presentase ini dapat mencapai 15 persen. Laki-laki dan wanita sama-sama terkena oleh hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap manusia, Biasanya terjadi pada usia dewasa. onset paling sering antara usia 20 dan 30 tahun.
Hipokondriasis juga didapatkan pada 3 persen mahasiswa kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnostik adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Posisi social, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tidak mempengaruhi diagnosis.

F. Diagnosis
Tabel dari DSM-IV, diagnostic and statistical manual of mental disorder 
Kriteria diagnostik untuk hipokondriasis
  • Preokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
  • Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat
  • Tidak disertai dengan waham (lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan delusional) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
  • Diharuskan memiliki intensitas yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi didalam bidang penting hidupnya.
  • Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
  • Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
G. Diagnosis banding 


  • Kondisi medis nonpsikiatrik
Khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada system saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas 
  • Gangguan somatisasi 
Perbedaan yang tidak jelas adalah bahwa penderita hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala diabandingkan penderita dengan gangguan somatisasi
  • Gangguan somatoform lainnya
Penderita hipokondrial biasanya mencari perhatian untuk anggapan penyakitnya
  • Gangguan depresi dan gangguan kecemasan 
  • Gangguan buatan dengan gejala fisik berpura-pura 
  • Penderita hipokondiakal sesungguhnya mengalami dan tidak mensimulasi gejala yang mereka laporkan

H. Terapi
      • Psikoterapi kelompok: Cara ini memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang dapat mengurangi kecemasan pasien
      • Farmakoterapi : menghilangkan gejala hipokondrial hanya jika penderita memiliki kondisi dasar yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemaan dan depresi berat
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anggota Kelompok 1: Adhi Ridho M., Athalia Phebe H., Rizqi Bayumantari, Tsurayya Adlia. 2PA01.

Sumber:
Link Video: