Selasa, 11 Juli 2017

Terapi behaviour Exposure

Behaviour Therapy

Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

Salah satu Bentuk Terapi Perilaku adalah Exposure Therapy
·         Pengertian
Terapi ekposur adalah terapi dengan memaksimalkan kecemasan atau ketakutan konseli (Corey,2005; Lynn  and Garske, 1985). Dua variasi dari terapi ini adalah in vivo dan flooding.
1.      In Vivo
Pada terapi ini klien tidak disuruh untuk membayangkan situasi yang ditakutinya atau yang membangkitkan kecemasannya, tetapi klien dihadapkan langsung pada situasi itu. Terapis dan klien membuat hirarki kecemasan untuk melihat tingkat kecemasan yang dialami klien. Setelah pembuatan hirarki ini klien dihadapkan pada pemaparan penyebab itu. Klien dapat menghentikan pemaparan jika ia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi.
Seperti halnya dengan desensitisasi sistematis, klien belajar tanggapan bersaing melibatkan relaksasi otot. Dalam beberapa kasus terapis dapat menemani klien saat mereka menghadapi situasi ditakuti. Sebagai contoh, terapis bisa pergi dengan klien dalam lift jika mereka memiliki fobia menggunakan lift.
2.      Flooding
Dalam vivo flooding terdiri dari paparan intens dan berkepanjangan terhadap rancangan kecemasan yang sebenarnya. Umumnya, klien yang sangat ketakutkan cenderung mengekang kecemasan mereka melalui penggunaan perilaku maladaptif. Dalam flooding, klien dilarang untuk berkecimpung dalam respon mereka yang biasa maladaptive ketika dalam situasi kecemasan. Vivo flooding cenderung mengurangi kecemasan dengan cepat.
Teknik ini didasarkan pada prinsip-prinsip dan mengikuti prosedur yang sama namun paparan terjadi dalam imajinasi klien bukan di kehidupan sehari-hari. Paparan terhadap peristiwa traumatis yang sebenarnya seperti kecelakaan pesawat, pemerkosaan, kebakaran, banjir,  sering tidak mungkin dilakukan karena alasan etis dan praktis. Banjir imaginal dapat menciptakan kembali keadaan trauma dengan cara yang tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi klien.
Flooding sering digunakan dalam pengobatan perilaku kecemasan yang berhubungan dengan gangguan, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, dan agoraphobia. Kontak yang terlalu lama dan intens dapat menjadi cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi kecemasan klien. Penelitian menunjukkan bahwa terapi paparan dapat mengurangi derajat rasa takut dan kecemasan (Tryon, 2005).

 Tujuan
Terapi eksposur dirancang untuk menangani ketakutan dan respon emosi negatif lainnya dengan memperkenalkan pada klien, di bawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati, situasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap masalah tersebut.

Langkah-langkah
Tahapan In Vivo Desensitization terdapat tiga tahap, yaitu:
·         1. Relaksasi
Pelatihan relaksasi merupakan strategi yang digunakan untuk menurunkan autonomic arousal yang merupakan komponen dari rasa takut dan cemas. Ketika anak merasa takut atau cemas, respon fisiologis yang muncul adalah ketegangan pada otot, detak jantung yang cepat, berkeringat dingin, atau nafas yang tersengal-sengal. Simtom-simtom tersebut merupakan bagian dari autonomic arousal yang muncul ketika anak menghadapi stimulus yang ditakuti. Dengan menggunakan prosedur relaksasi, anak melakukan aktivitas yang berfungsi berlawanan dengan autonomic arousal seperti menurunkan ketegangan otot, menghangatkan tangan, bernafas dengan  pelan, dan lain-lain.
Ketika anak melakukan prosedur aktivitas yang berlawanan dengan respon otonomi tubuh, maka ketakutan akan berkurang. Salah satu prosedur relaksasi yang banyak digunakan adalah diaphragmatic breathing (Davis, Eshelman, & McKay, dalam Miltenberger, 2008). Diaphragmatic Breathing Diaphragmatic breathing atau deep breathing atau relaxed breathing merupakan teknik relaksasi dimana anak bernafas panjang dalam ritme yang lambat dan teratur. Setiap kali bernafas anak menggunakan otot diagfragma untuk menghirup oksigen ke dalam paru-paru. Pola pernafasan tersebut dilakukan untuk menggantikan pernafasan pendek dan tersengal yang muncul secara automatic ketika seseorang merasa takut atau cemas.
Untuk mempelajari diaphragmatic breathing, anak duduk dalam posisi yang nyaman sambil meletakkan tangan di perut yang merupakan lokasi otot diafragma, menutup mata, kemudian menarik nafas dengan lambat sekitar 3-5 detik. Pada saat menarik nafas, anak merasakan pergerakan diagfragma dan memfokuskan diri pada sensasi fisik yang ia rasakan. Hal tersebut juga berguna agar perhatian anak teralih dari stimulus yang membuatnya tidak nyaman. 

·         2. Hierarki
Stimulus yang ditakuti setelah anak mempelajari dan menguasai prosedur relaksasi, terapis dan anak menyusun hirarki stimulus yang menimbulkan ketakutan pada anak. Pertama anak diminta untuk menuliskan berbagai stimulus yang ia takuti di sekolah. Setelah itu anak memberi rating kecemasan yang bernilai 0-100 pada masingmasing stimulus. Dari daftar stimulus tersebut lalu, terapis menyusun stimulus mulai dari yang menimbulkan rasa takut paling rendah sampai dengan yang paling tinggi. 

·         3. Exposure
Setelah hierarki stimulus yang ditakuti tersusun, secara bertahap anak mulai dihadapkan langsung dengan stimulus-stimulus tersebut sambil menerapkan teknik relaksasi yang telah dipelajari. Pada sesi awal, stimulus yang dihadapkan pada anak adalah menimbulkan ketakutan paling rendah. Setelah anak merasa nyaman dan tingkat ketakutannya berkurang, ia akan dihadapkan pada stimulus yang lebih sulit. Demikian seterusnya sampai akhirnya anak dihadapkan pada stimulus yang paling ditakuti.


Kasus:
Seorang pria dewasa yang phobia dengan anjing pitbull karena pernah mengalami pengalaman buruk saat ia berumur 5 tahun tetangganya diserang oleh seorang anjing pitbull, lalu ia datang kepada seorang terapis untuk menyembuhkan phobianya dengan terapi exposure. dengan mendekatkan anak anjing pitbull kepada pria dewasa dengan ditemani therapis, pria dewasa tersebut sempat memaki dan ingin pergi dari tempat ia ditempatkan, namun sang therapis meyakinkannya untuk bisa bertahan demi anak anak dan istrinya, dan tidak bisa pergi sebelum menghadapinya, therapis juga meyakinkan pria dewasa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk saat dengan anjing pitbull itu mendekat, akhirnya pria dewasa mengikuti saran therapisnya dan memegang anak anjing tersebut, saat memegang ia sempat berteriak dan menangis karena ketakutan karena ia merasa kembali ke rasa tidak nyaman dan sakit yang dirasakan





  • http://ilmuhackers.blogspot.co.id/2015/04/makalah-terapi-behavior.html
  • http://muzmuliadin.blogspot.co.id/2011/11/terapi-behavior.html 
  • http://ururureaoka.blogspot.co.id/2011/10/behavior-therapy.html 
  • Rosjidan. (1988). Pengantar teori-teori konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI. 
  • Surya, M. (1988). Dasar-dasar konseling pendidikan (teori & konsep). Yogyakarta: Kota Kembang. 
  • Trull, T. J. (2005). Clinical psychology (7th edition). Belmont CA : Thomson Wadsworth.